Friday, April 22, 2011

La Negation

Okay, kali ini kita akan membahas kalimat Negatif, atau kalimat pengingkaran dalam bahasa Prancis.
Okay, now we'll talk about the negatif sentence in French.
karena saya juga masih amateur, maaf hanya masih dapat memberikan contoh dalam bentuk present atau bentuk sekarang.
untuk kalimat negatif dalam bahasa Prancis dasarnya yang sudah saya pelajari ada enam bentuk ingkaran, yakni:
1. ne...pas = not = tidak/bukan
2. ne...rien = nothing = tidak ada satupun
3. ne... jamais = never = tidak pernah
4. ne...personne = no one = tidak seorang pun
5. ne...que = only a = hanya (seperti bukan kalimat negatif, tapi tenang ada penjelasannya)
6. ne...plus = no longer = tidak lagi

untuk rumus kalimatnya atau strukturnya mempunyai bentuk
S + ne + verbe conjugué + pas/rien/jamais/etc

nah.. beginilah bentuk kalimat negatif atau pengingkaran dalam bahasa Prancis. mungkin terdengar aneh bagi anda yang sudah mahir dalam berbahas Prancis, karena kalimat ini buatan saya sewaktu diminta untuk membuat contoh kalimat negatif dalam bahasa Prancis

1. Ne...pas
a. Sophie ne regarde pas la télévision au matin.
b. Nicole ne partir pas avec Maman.
c. Elle n’aime pas lui.

2. Ne...rien
a. Il n’y a rien pour déjeuner.
b. Il n'y a rien à vous dire.
c. Il ne fait rien au bureau.

3. Ne...jamais
a. Je ne vais jamais vers le français, mais un jour je vais!
b. Elle n’a jamais rendre visite à sa grands-parents.
c. Louis ne va jamais à l'école à vélo.

4. Ne...personne
a. Il n’y a personne ici.
b. il n'y a personne à la plage.
c. Il n'y a personne regarde la télévision au salon.

5. Ne...que
a. Il n'y a que vous dans mon cœur
b. Il n'y a qu'une voiture dans le garage
c. elle ne pense que sur toi toujours

6. Ne...plus
a. Je ne suis plus une petit fille
b. ils ne sont plus mariés
c. Nicole ne travaille plus au bureau de Louis
Share:

Saturday, April 9, 2011

begitu besar cinta Rasulullah kepada umatnya

Ada sebuah kisah tentang totalitas cinta yang dicontohkan Allah lewat

kehidupan Rasul-Nya. Pagi itu, meski langit telah mulai

menguning,burung-burung gurun enggan mengepakkan sayap.

Pagi itu, Rasulullah dengan suara terbata memberikan petuah,

“Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya. Maka taati dan

bertakwalah kepada-Nya. Kuwariskan dua hal pada kalian, sunnah dan Al

Qur’an. Barang siapa mencintai sunnahku, berati mencintai aku dan kelak

orang-orang yang mencintaiku, akan bersama-sama masuk surga bersama aku.”

Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasulullah yang teduh

menatap sahabatnya satu persatu. Abu Bakar menatap mata itu dengan

berkaca-kaca, Umar dadanya naik turun menahan napas dan tangisnya. Ustman

menghela napas panjang dan Ali menundukkan kepalanya dalam-dalam. Isyarat

itu telah datang, saatnya sudah tiba.

“Rasulullah akan meninggalkan kita semua,” desah hati semua sahabat kala

itu. Manusia tercinta itu, hampir usai menunaikan tugasnya di dunia.

Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan sigap menangkap

Rasulullah yang limbung saat turun dari mimbar.

Saat itu, seluruh sahabat yang hadir di sana pasti akan menahan detik-detik

berlalu, kalau bisa. Matahari kian tinggi, tapi pintu Rasulullah masih

tertutup. Sedang di dalamnya, Rasulullah sedang terbaring lemah dengan

keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya.

Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam.

“Bolehkah saya masuk?” tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk,

“Maafkanlah, ayahku sedang demam,” kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu.

Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah,

“Siapakah itu wahai anakku?”

“Tak tahulah aku ayah, sepertinya ia baru sekali ini aku melihatnya,

” tutur Fatimah lembut. Lalu, Rasulullah menatap putrinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Satu-satu bagian wajahnya seolah hendak di kenang.

“Ketahuilah, dialah Yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malakul maut,

” kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakkan tangisnya.

Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril

tak ikut menyertai.

Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah persiap diatas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini.

“Jibril, jelaskan apa hakku nanti dihadapan Allah?” Tanya Rasululllah dengan

suara yang amat lemah.

“Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua surga terbuka lebar menanti kedatanganmu,” kata jibril.

Tapi itu ternyata tak membuat Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan. “Engkau tidak senang mendengar kabar ini?” Tanya Jibril lagi.

“Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?”

“Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku:

‘Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada didalamnya,” kata Jibril.

detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik Tampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang.

“Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini.”

Lirih Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril membuang muka.

“Jijikkah kau melihatku, hingga kaupalingkan wajahmu Jibril?” Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu.

” Siapakah yang tega, melihat kekasih Allah direnggut ajal,” kata Jibril.

Sebentar kemudian terdengar Rasulullah memekik, karena sakit yang tak tertahankan lagi.

“Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku.

” Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya.

“Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku, peliharalah shalat dan santuni orang-orang lemah di antaramu.

” Di luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan.Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan. “Ummatii, ummatii, ummatiii?” – “Umatku, umatku, umatku”

Dan, pupuslah kembang hidup manusia mulia itu. Kini, mampukah kita mencinta sepertinya? Allahumma sholli ‘ala Muhammad wa baarik wa salim ‘alaihi

Betapa cintanya Rasulullah kepada kita. Kirimkan kepada sahabat-2 muslim lainnya agar timbul kesadaran untuk mencintai Allah dan RasulNya, seperti Allah dan Rasulnya mencinta kita. Karena sesungguhnya selain daripada itu hanyalah fana belaka.
Share: